Jumat, 25 Mei 2012

Karya Tulis Ilmiah Stimulasi Anak usia 0-5 tahun

BAB 1 PENDHULUAN A. Latar Belakang Stimulasi adalah upaya orang tua atau keluarga untuk mengajak anak bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih sayang. Aktifitas bermain dan suasana cinta ini pentig guna merangsang seluruh sistem indera, melatih kemampuan motorikhalus dan kasar, kemampuan berkomunkasi serta perasaan pikiran si anak. Seperti di jelaskan pakar dan konsultan tumbuh kembang anak . rangsangan atau Stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor eksternal yang sangat penting dalam menentukan kecerdasan anak. Selain stimulasi ada faktor eksternal lain yang ikut mempengaruhi kecerdasan seorang anak yakni kualitas asupan gizi, pola pengasuhan yang tepat dan kasih sayang terhadap anak (dr. Kusnandi Rusmi, Sp.A(k) MM, 2010). Tiap orang tua menginginkan putra-putrinya mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Proses kembang anak dalam kandungansampai usia remaja berkaitan satu sama lain. Proses ini di pengaruhi banyak faktor secara garis besar terbagi dua faktor yaitu faktor Genetik dan Biofisiko psikososial. Dalam proses tersebut anak memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar anak, yaitu pertumbuhan asuh (biomedis), asih (kebutuhan emosi dan kasih sayang), dan asah (pemberian stimulasi/rangsang). Salah satu cara mendapat anak yang berkualitas adalah dengan memantau tumbuh kembang anak secara berkala. Umumnya jika pertumbuhan mengalami gangguan maka akan memberikan dampak pula pada aspek perkembangan. Untuk itu pemantauan perlu dilakukan berkesinambungan mencakup pemantauan pertumbuhan dan skrining perkembangan. Tiga tahun pertama usia perkembangan anak merupakan periode emas/masa kritis untuk optimalisasi proses tumbuh kembang dan merupakan masa yang tepat untuk seorang anak menjadi dewasa yang unggul di kemudian hari (Arixs, 2008) Para orang tua hendaknya lebih menyadari dan peduli terhadap perkembangan anak. Orang tua harus paham detiksi dini tumbuh kembanganak. Deteksi dini akan mengatisipasi adanya keterlambatan dalam gerak mootorik kasar. Anak-anak di dunia padas umumnya dan anak-anak di Indonesia pada khususnya saat ini sedang menghadapi perubahan global. Perubahan tersebut di tandai beberapa hal antara lain ledakan penduduk, kemajuan teknologi yang pesat gaya hidup, dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut berpengaruh terhadap pendidikan anak-anak. Orang tua memiliki peran penting dalam optimalisasi perkembangan seorang anak. Orang tua harus selalu memberikan rangsang / stimulasi kepada anak dalam semua aspek perkembangan baik motorik kasar maupun halus, bahasa dan personal sosial. Stimulasi ini harus di berikan secara rutin dan berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain dan lain-lain. Sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal. Kurangnya stimulasi dari orang tua dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan anak, karena itu para orang tua atau pengasuh harus diberi penjelasan cara-cara melakukan stimulasi kepada anak-anak (Dinkes,2009). Kebutuhan stimulasi atau upaya merangsan anak untuk memperkenalkan suatu pengetahuan ataupun ketermpilan baru ternyata sangat penting dalam upaya peningkatan kecerdasan anak. Stimulasi dapat dilakukan pada anak sejak calon bayi masih berwujud janin, sebab janin bukan merupakan makhluk yang pasif. Di dalam kandungan janin sudah dapat bernafas, menendang , menggeliat, bergerak, menelan menghisap jempol, dan lainnya. (Siswono, 2004). Stimulasi juga dilakukan orang tua (keluarga) setiap ada kesempatan atau sehari-hari. Stimulasi disesuaikan dengan umur dan prinsip stimulasi (Suherman, 2000). Pengetahuan ibu dalam memberikan stimulasi pada anak sangat penting. Banyak ibu yang masih belum mempunyai pengetahuan yang benar tentang stimulasi perkembangan pada anak, ketidaktahuan perkembangan stimulasi perkembangan berkaitan dengan baik dengan yang dimaksud stimulasi perkembangan maupun tujuan pemberian stimulasi. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah stimulasi perkembangan anak usia 0-5 tahun?. C. Tujuan Penelitian Mengetahui tentang stimulasi perkembangan anak usia 0-5 tahun. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberi pengalaman nyata bagi peneliti sebagai peneliti pemula dalam proses penelitian dan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuannya yang diperoleh dari kampus. 2. Bagi Praktisi Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan, Masyarakat, dan Pemerintah tentang pentingnya pengetahuan ibu tentang stimulasi perkembangan anak usia 0-5 tahun. 3. Bagi Teoritis Sebagai data dan informasi perkembangan ilmu pengetahuan pada institusi kesehatan informasi penelitian selanjutnya, terutama dalam menstimulasi perkembangan anak usia 0-5 tahun. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Stimulasi a. Pengertian Stimulasi adalah kegiatan yang dilakukan merangsang kemampuan dasar anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Oktaria, 2007) Stimulasi ini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6 bulan dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang sistem indera (pendengaran, penglihatan, paraba, pencium, pengecap). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan gerak halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan perasaan bayi. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus-menerus, bervariasi, dengan suasana bermain dam kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdaan anak (kecerdasan multipel) yaitu kecerdasan : logiko-matematik, emosi, komunikasi bahasa, (linguistik), kecerdasan muisikal, gerak (kinestetik), visuo spasial, seni rupa (dr. Kusnandi Rusmi, Sp.A(k) MM, 2010). b Tujuan Stimulasi Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai dengan yang diharapkan. Tindakan ini meliputi berbagai aktifitas untuk merangsang perkembangan anak, seperti latihan gerak, berbicara, berfikir, kemandidian dan sosialisasi. Stimulasi dilakukan orangtua dan keluarga setiap ada kesempatan atau sehari hari. Stimulasi disesuaikan dengan umur dan prinsip stimulasi ( Suherman, 2000 ). c Tugas Perkembangan 1) Bayi umur 0-3 Bulan Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Dapat menggerakan kaki sama mudahnya. b) Dapat bereaksi melihat kearah sumber cahaya. c) Mengoceh dan bereaksi terhadap suara. d) Bereaksi senyum terhadap ajakan 2) Bayi Umur 3-6 Bulan Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Menegakkan kepala saat telungkup. b) Meraih benda yang terjangkau. c) Menengok kearah sumber suara. d) Mencari benda yang dipindahkan. 3) Bayi umur 6-9 Bulan Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Ketika didudukan dapat bertahan dengan kepala tegak b) Memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain. c) Tertawa/berteriak melihat benda menarik. d) Makan biskuit tanpa dibantu. 4) Bayi umur 9-12 Bulan Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Berjalan dengan berpegangan. b) Dapat meraup benda-benda kecil. c) Mengatakan dua suku kata yang sama. d) Bereaksi terhadap permainan ” Ciluk baa” 5) Bayi umur 12-18 Bulan Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Berjalan sendiri tidak jauh. b) Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk. c) Mengungkap keinginan secara sederhana. d) Minum sendiri dari gelas tidak tumpah. 6) Bayi umur 18-24 Bulan Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Berjalan mundur sedikitnya 5 langkah b) Mencorat-coret dengan alat tulis. c) Menunjukkan bagian tubuh dan menyebutkan namanya. d) Meniru melakukan pekerjaan rumah tangga 7) Bayi umur 2-4 tahun Tugas perkembangan ( ketermpilan yang harus dicapai ) : a) Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan,setidaknya dua hitungan. b) Meniru membuat garis lurus. c) Menyatakan keinginan setidaknya dengan dua kata. d) Melepas pakaian sendiri. 8) Bayi umur 4-5 tahun a) Dapat memghafal hari – hari dalm seminggu b) Pandai berbicara d. Cara Melakukan stimimulasi terhadap anak Menurut Suherman, 2000 cara melakukan stimulasi pada anak adalah sebagai berikut : 1) Bayi Umur 0-3 bulan a) Bergaul dan mandiri Ajaklah bayi anda berbicara dengan lembut, dibuai, dipeluk, dinyanikan lagu. b) Bicara, bahasa kecerdasan Ajaklah bayi anda berbicara, mendengarkan berbagai suara ( suara radio, burung, dan lain-lain). c) Gerak kasar Latihlah bayi anda mengangkat kepala pada posisi telungkup dan memperhatikan benda bergerak. d) Gerak hlalus Latihlah bayi anda mengangkat benda kecil. 2) Bayi umur 3-6 Bulan Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 3-6 bulan: a) Bergaul dan mandiri Latihlah bayi anda mencari sumbersuara. b) Bicara bahasa kecerdasan Latihlah bayi anda menirukan suara/bunyi/kata. c) Gerak kasar Latihlah bayi anda menyangga leher dengan kuat. d) Gerak halus Latihlah bayi anda meraup benda kecil. 3) Bayi umur 6-9 Bulan Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 6-9 bulan : a) Gerak kasar Latihlah bayi anda berjalan dengan berpegangan. b) Gerak halus Latihlah bayi anda memasukkan dan mengeluarkan benda dari wadah. c) Berbicara, bahasa dan kecerdasan Latihlah anak menirukan kata. d) Bergaul dan mandiri Ajak anak anda bermain dengan orang lain. 4) Bayi umur 9-12 Bulan Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 9-12 bulan: a) Gerak Kasar (1) Latih anak berjalan sendiri b) Gerak Halus (1) Ajak anak menggelindingkan bola. (2) Gelindingkan bola kearah anak kemudian minta untuk menggelindingkan kembali. c) Berbicara, bahasa dan kecerdasan (1) Latih anak menirukan kata (2) Kenalkan dengan kata-kata baru sambil menunjukan gambarnya d) Bergaul dan mandiri (1) Ajak anak mengikuti kegiatan keluarga, misal makan bersama 5) Bayi umur 12-18 Bulan Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 12-18 bulan : a) Gerak Kasar Naik turun lantai b) Gerak Halus Bermain dengan anak melempar dan menangkap bola besar kemudian kecil. c) Bicara, bahasa dan kecerdasan Latih anak menunjuk dan menyebutkan bagaian tubuh. d) Bergaul dan berbicara Beri kesempatan pada anak untuk melepaskan baju sendiri. 6) Bayi umur 18-24 Bulan Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 18-24 bulan a) Gerak kasar Latih anak melompat dengan satu kaki. b) Gerak halus Latih anak menggambar bulatan, Garis segitiga dan gambar wajah. c) Berbicara, bahasa dan kecerdasan Latih anak mengikuti perintah. d) Bergaul dan mandiri Latih anak agar mau ditinggalkan untuk sementara waktu. 7) Bayi umur 2-4 Tahun Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 2-3 tahun a) Gerak kasar Latih anak melompat dengan satu kaki. b) Gerak halus Latih anak bermain menumpuk balok. c) Berbicara, bahasa dan kecerdasan Latih anak mengenal bentuk dan warna. d) Bergaul dan mandiri Latih anak mencuci tangan/kaki dan mengeringkan sendiri. 8) Bayi umur 4-5 Tahun Stimulasi yang dibutuhkan bayi usia 4-5 tahun. a) Melompat dan menari Latih anak untuk melompat dan menari b) Pandai berbicara Latih anak untuk berbicara dengan tepat c) Dapat menyebut hari-hari Latih anak untuk bisa menghafal hari-hari dalam seminggu. Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/ balita, setiap hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan usia perkembangan kemampuannya, dilakukan oleh keluarga ( terutama atau ibu pengganti ). Stimulasi hendaknya dilaksanakan pada saat suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balita. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-buru, memaksakan kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat balita, atau bayi sedang mengantuk, bosan atau bermain yang lain. Pengasuh yang sering, marah, bosan, sebal, maka tanpa disadari pengasuh malah memberikan rangsang emosional yang negatif. Karena prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bagi bayi/ balita (dr. Kusnandi Rusmi, Sp.A(k) MM, 2010). 3. Perkembangan Anak Usia 0 - 5 Tahun a. Pengertian Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara bahasa serta sosialisasi dankemandirian (Kosnandi, 2008). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pengamatan (Dr. Soetjiningsih, 2000). Menurut DepKes perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh (Kuliah Bidan, 2005) b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi tumbuh Kembang Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu : 1). Faktor Genetik Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini juga merupakan fakotr bawaan anak, yaitu potensi yang menjadi ciri khasnya. Melalui genetik yang terkandung dalam sel telur yang telah di buahi, dapat ditentukan kualitas petumbuhan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. 2). Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor ini disebut juga milieu merupakan tempat anak tersebut hidup, dan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak.Lingkungan yang cukup baik memungkinkan tercvapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan merupakan lingkungan ” bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiasp hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan ini secara garis besar di bagi menjadi : a). Faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masif didalam kandungan (faktor pranatal) b). Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (faktor postnatal) Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari kosepsi sampai lahir, antara lain: a) Gizi ibu pada waktu hamil Gizi ibu yang jelek sebelum tyerjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR/lahir mati, menyebabkan cacat bawaan, hambatan pertumbuhan otak, anemia pada bayi baru lahir, mudah terkena inveksi, aubortus dan sebagainya. b) Mekanis Trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin dalam uterus dapat kelainan kelainan bawaan, talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes. c) Toksin/Zat Kimia Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi antara lain obat anti kanker, rokok, alkohol, beserta logom berat lainnya. d) Endokrin Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah somatotropin, tiroit, insulin, hpormon plasenta, peptida-peptida lain dengan aktifitas mirip insulin. Apabila sal;ah satu dari hormon tersebut mengalami definisi maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan susunan saraf pusat sehingga terjadi retardasi mental, cacat bawaan dan lain-lain. e) Radiasi Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya, sedangkan efek radiasi pada orang laki-lakidapat menyebabkan cacat bawaan pada anaknya. f) Infeksi Setiap hiperpirexia pada ibu hamil dapat merusak janin. Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH, sedangkan infeksi lainnya juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, malaria, polio, influenza, dan lain-lain. g) Stres Stres yang dialami oleh ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat kelainan bawaan, kelainan kejiwaan dan lain-lain. h) Imunitas Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis, kren ikterus, atau lahir mati. i) Anoksia Embrio Menurunnya oksigenisasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat, menyebabkan BBLR. Bayi yang baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari satu sistem yang teratur sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yamg tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Lingkungan postnatal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi : a) Lingkungan Biologis Lingkungan biologis yang dimaksud adalah ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon. b) Faktor fisik Yang termasuk dalam faktor fisik adalah cuaca, musim, keadaan goegrafis duatu wilayah, sanitasi, keadaan rumah baik dari struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan keadaan hunian serta radiasi. c) Faktor Psikososial Stimulasi merupakan faktor penting dalam tumbuh kembang anak, selain motifasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, ganjaran hukuman yang wajar merupakan hal yang dapat menumbuhkan motifasi yang kuat dalam perkembangan kepribadian anak di kemudian hari, dalam proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya, stresjuga sangat berpengaruh terhadap anak, selain sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak orang tua dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. d) Faktor keluarga dan adat istiadat Faktor keluarga yang berpengaruh tyerhadap tumbuh kembang anak yaitu pekerjaan /pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan baik primer maupun sekunder, pendidkan ayah/ibu yang baik dap[at menerima informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan pendidikan yang baik pula, jumlah saudara yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian yang akan diterima anak, jenis kelamin keluarga seperti apad masyarakat tradisiona masih banyak wanita yang mengalami menstrulasi sehingga banyak meningkatkan angka kematian bayi meningkat stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat istiadad, norma-norma, tabu-tabu, agama, urbanisasi yang banyak mengakibatkan kemiskinan dengan segala masalahnya, serta kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, anggaran-anggaran dan lain. (Kuliah Bidan, 2009). c. Aspek-aspek Perkembangan Anak 1) Perkembangan fisik (Motorik) Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan merup[akan hasil pola interaksi dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik motorik meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus. a) Perkembangan motorik kasar Kemampuan anak untuk duduk, berlari dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh dilakukan oleh anak untuk melakukan gerak tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak yang lainnya. b) Perkembangan motorik halus Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan dalam aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menghitung dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus. 2) Perkembangan Emosi Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai, merasa nyaman,berani, gembira, takut, dan marah, serta bentuk emosi-emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi interaksi dengan interaksi dengan orang tua dan orang-orang disekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai impuls emopsi yang diterima. Misalnya, jika anak curahan kasih sayang, mereka akan belajar untukmenyayangi. 3) Perkembangan kognitif Pada aspek kognitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan bahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata dan berbicara. 4) Perkembangan psikososial Aspek psikososial berkaitan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misal kemampuan anak untuk menyapa dan bermain dengan teman sebayanya. Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut dapat berkembang secara seimbang. ( Asian Brain, 2009).   BAB III PENUTUP KESIMPULAN Stimulasi adalah upaya orang tua atau keluarga untuk mengajak anak bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih sayang. Tiap orang tua menginginkan putra-putrinya mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Proses kembang anak dalam kandungansampai usia remaja berkaitan satu sama lain. Proses ini di pengaruhi banyak faktor secara garis besar terbagi dua faktor yaitu faktor Genetik dan Biofisiko psikososial. DAFTAR PUSTAKA Asian Brain. 2009, Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita, Jakarta. dr. Soetjiningsih, SPAK. 1995, Tumbuh Kembang anak. dr. Rahadiyan Sasongko. 2009, Menggali dan Mengoptimalkan Kecerdasan Anak, Yogyakarta. Drs. Suherman, 2000, Buku Saku Perkembangan Anak, Jakarta. F.J. Monks A. M. P. Knoers Siti Rahayu Haditono. 2006, Psikologi Perkembangan, UGM, Yogyakarta. http: // ridwanamiruddin. Wordpress. com / 2009 / 05 / Tumbuh Kembang Anak /

RPBK aspek Belajar

Rencana Pelaksanaan Bimbinagan Konseling (RPBK) Sekolah : SMA N 2 BOJONEGORO Kelas/ Semester : XI/Ganjil Alokasi Waktu : 1 X 45 menit Topik/ Materi : MembuatBukuCatatanTugas“Task Shedule” Tugas perkembangan : Mengembangkankemampuankognitif Bidang Bimbingan : Bimbingan Belajar Fungsi Bimbingan : Fungsi pemahaman dan pencegahan Jenis Layanaan : Layanan Informasi I. Starndar Kompetensi : Siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pembelajaran di sekolah dan kehidupan. . II. Kompetensi Dasar : Mengevaluasi seberapa efektif usaha belajar dapat mengkontribusi untuk sukses di sekolah. Indikator Kognitif : Konten 1. Menyebutkan apa saja kewajiban seorang pelajar 2. Menceritakan pengalaman buruk dalam proses mengerjakan tugas termasuk tugas berbentuk karya ilmiah 3. Menyusun format sebuah catatan tugas Proses 1. Mengidentifikasi penyebab pengalaman saat buruk mengerjakan tugas dan karya ilmiah dengan terburu-buru 2. Mengidentfikasi pentingnya membuat catatan tugas dan perncanaan pelaksanaannya 3. Berperan aktif dalam permainan ”sedang apa” yang dipandu oleh Konselor Afektif : Perilaku berkarakter Percaya diri, bekerja sama, danbertanggungjawab Keteramplan sosial Melakuakn komunikasi meliputi presentasi, bertanya, berpendapat, mendengarkan dengan baik. III. Tujuan Kognitif : Konten 1. Di tanyai tentang apa saja kewajiban seorang pelajar, siswa dapat menjawab yang salah satuny adalah menyeledaikan tugas dan karya ilmiah 2. Diajukan suatu contoh pengalaman, siswa menceritakan pengalaman buruk dalam proses mengerjakan tugas atau karya ilmiah 3. Diberi tugas siswa menyalin susunan format sebuah catatan tugas Proses 1. Dari contoh dan cerita pengalaman tentang proses mengerjakan tugas atau karya ilmiah, siswa dapat mengidentifikasi penyebab pengalaman buruk mengerjakan tugas dan karya ilmiah 2. Dari pengidentifikasian penyebab siswa dapat mengidentfikasi pentingnya membuat catatan tugas dan tanggal pelaksanaannya sebagai solusi 3. Siswa berperan aktif dalam permainan ”sedang apa” yang dipandu oleh Konselor Afektif : Perilaku Berkarakter Terlibat langsung dalam proses konseling yang berpuat pada siswa, siswa dapat menunjukkan sikap percaya diri, bekerja sama, jujur dan betanggungjawab. Keterampilan Sosial Terlibat langsung dalam proses konseling yang berpuat pada siswa, siswa dapat melakukan komunikasi meliputi presentasi, berpendapat, bertanya, mendengarkan atau minimal dinilai membuat kemajuan dengan LP 5 Keterampilan sosial. IV. Topik/ Materi : Membuat buku catatan tugas dan waktu pelaksanaannya (Make Your TaskSchedule) V. Metode : Metode Bimbingan klasikal, Presentasi, diskusi, dan pemberian tugas VI. Kegiatan : Pendahuluan (± 5 menit) Kegiatan Penilaian 1 2 3 4 1. Konselor member salam, menanyakan siswa yang tidak masuk berdoa dan memperkenalkan diri, siswa memperhatikan 2.Konselor mencairkan suasana dengan menampilkan video gerakan “Tweness_ayotirukan” yang harus ditirukan oleh para siswa 2. Menyampaikan judul dan inti tujuan bimbingan meliputi produk, proses, prilaku berkarakter, dan keterampilan sosial secara singkat Inti (± 35 menit) Kegiatan Penilaian 1 2 3 4 1. Dalam keadan siswa duduk di tempat masing-masing guru menanyakan apa saja kewajiban seorang pelajar itu ? mendorong murid percaya diri untuk mengajukan pendapat 2. Dilanjutkan Konselormengajukan 1 contoh pengalaman menyelesaikan tugas dan karyailmiah yang tergesa-gesa karena lupa atau terlalu menumpuk tugas.. siswa dapat memberikan contoh pengalaman yang serupa 3. Konselor mengajak semua siswa berdiri dan bermain permainan sedang apa / kata bersambung, siswa berpartisipasi dengan aktiv dan bertanggungjawab jika ia tidak bias menjawab kata dengan benar 4 Konselor mewacanakan tentang penulisan catatan tugas dan tahap-tahap karya ilmiah sebagai solusi dan siswa mencoba mentelaahnya 6 Konselor menuliskan format catatan tugas dan karya ilmiah di papan dan siswa menyalinnya serta member komentar / bertannya Penutup (± 5 menit) Kegiatan Penilaian 1 2 3 4 1. Konselor mengingatkan siswa untuk mengumpulkan LKS yang telah diisi yakni lembar Task Schedule 2. Konseli menutup sesi bimbingan dengan memutar lagu perpisahan dan mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh para siswa VII. Alat dan Sumber Belajar: Sumber : • Bahan bacaan : format “Make Your Task Schedule! “ • File dalam bentuk power point“Make Your Task Schedule” • LP Kognitif • LP Proses Alat : • Labtop • LCD • LKS VIII. Penilaian : 1. Pengamatan terhadap proses layanan Bimbingan dan Konseling • Lembar pengamatan aktifitas siswa 1. Tertulis • LP Kognitif • LP Proses i. Daftar Pustaka : Bobbi DePotter dan Mike Henarcki.2002.QuantumLearning.Bandung:Kaifa. MATERI MAKE YOUR TASK SCHEDULE !! Sebagai seorang Pelajar kita semua memiliki hak dan kewajiban salah satu kewajiban utama pelajar adalah belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan baik tugas yang berbentuksoal Tanya jawaB ataupun berbentuk makalah karya ilmiah. Akan tetapi tak jarang seorang pelajar melalaikan tugas-tugas tersebut dan terlena dengan waktu luang yang sementara menghampirinya.Tak jarang ditemua para siswa yang menjadikan pekerjaan rumah (PR) menjadi pekerjaan sekolah (PS) dikarenakan ia lupa mengerjakan tugasnya. Ada juga yang saat mengerjakan tugas memakai system SKS (system kebut semlam bahkan sejam) intinya banyak para pelajar yang mengalami pengalaman buruk tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas yang berakibat nilai dan hasil tugas yang kurang maksimal dan memuaskan Hal-hal yang telah di sebutkan diatas sebenarnya memiliki akar penyebab masalah yakni karena saat kita mendapat tugas kita merasa belum waktunya mengerjakan atau masiha da waktu untuk mengerjakannya padahal wajtu terus saja berjalan dan tugaspun tertumpuk, terlupakan dan akhirnya tergesa-gesa dalam mengerjakan. Apalagi dalam penulisan karyai lmiah dimana ada banyak bab yang harus kita kerjakan dan tidak mungkin dikerjakan dengan system SKS, tugas karya ilmiah karuslah dicicil pengerjaannya dan membutuhkan waktu lebih banyak dari tugas soal biasa. Oleh karena kita harus mengatur waktu pengerjaan tugas kita ..caranya ?? dengan membuat sebuah buku catatan khusus yang berisikan nama-nama tugas dan waktu yang kita alokasikan untuk mengerjakannya serta persiapan apa saja yang harus kita siapkan untuk mengerjakannya. Banyak sekali keuntungan membuat buku catatani ni, antara lain : 1. Mencegah kita lupa akan tugas yang ada 2. Membuat kita dapat merendcanakan apa saja yang akan disiapkan untuk membuat tugas tersebut 3. Membuat kita dapat mengatur prioritas pengerjaan tugas 4. Membantu kita mengerjakan dengan tenang dan tidak dikejar deadline 5. Membantu kita mendapatkan nilai yang baik dan memuaskan 6. Dan masih banyak lagi Berikut format Make Your Task Schedule 1. Cover yang menarik 2. Ukurannya pas disaku 3. Bentuklah table sepertiberikut : no Hari tugas Waktupengumpulan Perkiraan lama pembuatan Bahan yang disiapkan Tanggalpengerjaan Cekkeberhasilan 1 2 3 4 5 6 ... LKS 1. FORMAT MAKE YOUR TASK BOOK ! No Hari tugas Waktu pe- ngumpulan Perkiraan lama pembuatan Bahan yang disiapkan Tanggal pengerjaan Cek ke- berhasilan Lembar Pengamatan Aktvitas Siswa Tujuan : Pengamatan ini akan memusatkan pada bagaimana perilaku siswa ketika berada di dalam kelas atau di dalam kelompok mereka. Frekuensi Aktivitas Siswa 1. Membaca (Mencari informasi dan sebagainya) 2. Mendskusikan tugas 3. Mencatat 4. Mendengarkan penjelasan guru 5. Melakukan simuasi atau praktik 6. Bertanya kepada guru 7. Mempresetasikan, bertanya, menyampaikan pendapat 8. Perilaku tidak relevan Petunjuk : Amati pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling mulai dari pembukaan sampai penutup. Untuk aktivitas 1 s.d. 5 amati salah satu kelompok tertent. Untuk aktivitas 6 s.d. 8 amati seluruh siswa. Bubuhkan tanda tolly pada perlaku yang teramati. Sebagai pengamat seyogyanya anda mengambil tempat di dekat kelompok yang anda amati. Penga Format Pengamatan Perilaku Berkarakter Siswa : Kelas : Tanggal : Petunjuk : Untuk perilaku berkarakter berkut ini, beri penilaian atas perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut ini : D= Menunjukkan perbaikan C= Menunjukkan kemajuan B= Memuaskan A= Sangat baik Format Pengamatan Perilaku Berkarakter No Rincian Tugas Kinerja (RTK) D Menunjukkan perbaikan C Menunjukkan kemajuan B Memuaskan A Sangat baik 1. Percaya diri 2. Bekerja sama 4. Bertanggungjawab Silabus RPBK SMA : SMA N 2 BOJONEGORO Mata Pelajaran : Bimbingan Konseling Kelas/Semester : XI/1 Starndar Kompetensi : Siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pembelajaran di sekolah dan kehidupan. . Kompetensi Dasar : Mengevaluasi seberapa efektif usaha belajar dapat mengkontribusi untuk sukses di sekolah. Alokasi Waktu : 1 X 45 Menit Materi Pokok Kegiatan (Pengalaman Bimb.) Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar Make Your Task Book (Membuat Buku ctatan tugas) • Menyebutkan apa saja kewajiban seorang pelajar • Menceritakan pengalaman burukdalam proses mengerjakan tugas termasuk tugas berbentuk karya ilmiah • Mengidentifikasi penyebab pengalaman saat buruk mengerjakan tugas dan karya ilmiah dengan terburu-buru • Mengidentfikasi pentingnya membuat catatan tugas dan perncanaan pelaksanaannya • Menyusun format sebuahcatatantugas. Kognitif : Konten 1. Menyebutkan apa saja kewajiban seorang pelajar 2. Menceritakan pengalaman buruk dalam proses mengerjakan tugas termasuk tugas berbentuk karya ilmiah 3. Menyusun format sebuah catatan tugas Proses 1. Mengidentifikasi penyebab pengalaman saat buruk mengerjakan tugas dan karya ilmiah dengan terburu-buru 2. Mengidentfikasi pentingnya membuat catatan tugas dan perncanaan pelaksanaannya 3. Siswa berperan aktif dalam permainan ”sedang apa” yang dipandu oleh Konselor Afektif : Perilaku berkarakter Percaya diri, bekerja sama, dan bertanggung jawab Keteramplan social Melakuakn komunikasi meliputi presentasi, bertanya, berpendapat, mendengarkan dengan baik. • Pengamatan terhadap proses Bimbingan a. Dengan lembar pengamatan Aktivitas Siswa • Tertulis b. LP Produk c. LP Proses 45 menit • Bobbi DePotter dan Mike Henarcki.2002.Quantum Learning.Bandung:Kaifa .

Karya Tulis Ilmiah Senam menyembuhkan Asma

BAB II Pembahasan A. Manfaat dan Tujuan Senam Asma Senam asma juga merupakan salah satu penunjang pengobatan asma karena keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan oleh obat asma yang dikonsumsi, namun juga faktor gizi dan olah raga. Bagi penderita asma, olah raga diperlukan untuk memperkuat otot-otot pernapasan. Senam asma bertujuan untuk: o Melatih cara bernafas yang benar. o Melenturkan dan memperkuat otot pernafasan. o Melatih ekspektorasi yang efektif. o Meningkatkan sirkulasi. o Mempercepat asma yang terkontrol. o Mempertahankan asma yang terkontrol. o Kualitas hidup lebih baik. Senam asma tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada syarat-syarat bagi mereka yang akan melakukan senam asma. Syarat – syarat tersebut antara lain: • tidak dalam serangan asma, • sesak dan batuk, • tidak dalam serangan jantung, dan • tidak dalam keadaan stamina menurun akibat flu atau kurang tidur. B. Rangkaian dan frekwensi senam Rangkaian senam asma pada prinsipnya untuk melatih memperkuat otot-otot pernafasan agar penderita asma lebih mudah melakukan pernafasan dan ekspektorasi. Dalam pelaksanaannya, senam untuk asma ini tidak bias dilaksanakan tanpa adanya prosedur yang baik dan benar untuk menyembuhkan penderita asma. Adapun prosedur yang harus diperhatikan oleh penderita asma yang akan melakukan senam untuk menyembuhkan asma, yaitu senam asma sebaiknya dilakukan rutin 3-4 kali seminggu dan setiap kali senam ± 30 menit. Senam asma akan memberikan hasil bila dilakukan selama 6-8 minggu. Selain itu, senam asma juga tidak dapat dilakukan dengan gerakan yang tak beraturan,tetapi pada dasarnya senam asma tidak berbeda dengan senam pada umumnya. Berikut rangkaian senam Asma: 1. Pemanasan Dimulai dengan pemanasan 2. latihan Inti Latihan inti bertujuan untuk melatih cara bernafas yang efektif bagi penderita asma dan melepaskan otot-otot pernafasan. Dengan irama yang ritmis, otot-otot akan menjadi santai, sehingga mempermudah pernafasan dan ekspektorasi.. Untuk gerakan inti, bisa dilakukan senam aerobik low impact. Aerobik dilakukan supaya tubuh bisa menghasilkan pembakaran O2 tinggi untuk meningkatkan embusan napas. Dengan cara menarik nafas dan mengeluarkan nafas. Proses pengeluaran nafas lebih lama 2 hitungan. 3. Aerobik Aerobik dilakukan supaya tubuh dapat menghasilkan pembakaran O2 tinggi untuk meningkatkan hembusan napas. Dan disesuaikan dengan kondisi dan usia peserta senam asma 4. Pendinginan Diakhiri pendinginan. alam pendinginan, dilakukan gerakan-gerakan lambat agar otot-otot kembali seperti keadaan semula yaitu dengan menggerakkan tangan sambil menarik napas pelan-pelan. C. Pendapat para ahli tentang senam asma Selain dengan obat, asma juga bisa ditangani dengan senam. Namanya senam asma. Cukup 3 kali seminggu, para penderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan ini bisa tetapmenjaga kualitas hidupnya. Demikian diungkap Ketua Dewan Asma Indonesia (DAI) Prof dr Faisal Yunus, PhD, SpP(K), FCCP saat jumpa pers Hari Asma Dunia 2009 dengan tema "Anda Bisa Mengontrol Asma Anda, Bertindak Sekarang!" di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Banyak yang menyangka penderita asma tidak boleh berolahraga. Padahal, itu salah. Niniek Soetini SStFT, pemimpin Klinik Fisioterapi RS Siloam Hospital Surabaya, menjelaskan, keberhasilan pengobatan asma tak hanya ditentukan oleh obat-obatan yang dikonsumsi. Faktor gizi dan olahraga juga sangat berperan. Olahraga dalam konteks penyakit asma, menurut beliau, bertujuan mengurangi sesak napas serta meningkatkan kemampuan fisik. Karena itu, penderita asma akan merasa lebih nyaman. Hal itu ditandai oleh berkurangnya sesak napas, panik, cemas, serta depresi, sehingga pola tidur membaik dan percaya diri meningkat. Dengan berolahraga, kekuatan dan ketahanan otot, terutama otot pernapasan penderita, diharapkan membaik. "Kemampuan fungsional seperti aktivitas sehari-hari diharapkan juga meningkat," jelasnya. Memang, tidak sembarang olahraga bisa dilakukan penderita asma. Menurut Niniek, olah tubuh yang tepat bagi penderita asma adalah senam asma. Senam tersebut bermanfaat untuk memperkuat otot-otot pernapasan, otot bantu pernapasan, serta meningkatkan kapasitas embusan napas. Caranya, antara lain, berlatih napas perut serta mengulur otot-otot yang cenderung memendek akibat pola napas yang asmatis (pendek dan cepat). Meski demikian, senam asma tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Tujuannya, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Niniek menyatakan, saat senam, orang yang bersangkutan tidak sedang mengalami serangan asma atau masih mengalami sesak dan batuk. Penderita juga tidak berkondisi gagal jantung serta kondisi kesehatannya tidak sedang menurun, misalnya flu, kurang tidur, atau baru sembuh dari sakit. "Senam dilakukan dalam waktu bertingkat, mulai 20 menit hingga 60 menit, serta bertahap, mulai yang ringan hingga berat," menurut beliau. Hal itu diikuti frekuensi yang semakin lama semakin meningkat. Mulai tiga kali per minggu sampai lima kali per minggu. Sejatinya, senam asma tidak jauh berbeda dari senam umumnya. Diawali pemanasan, dilanjutkan peregangan, inti, dan diakhiri pendinginan. "Lakukan gerakan sesuai urutan. Yang jelas, pemanasan wajib dilakukan sebagai persiapan agar sistem tubuh siap menerima beban fisik yang meningkat," tegasnya. Prinsip gerakan pemanasan adalah melakukan gerakan bebas tanpa beban dengan melibatkan seluruh sendi tubuh. Misalnya, mengangkat pundak, berlari-lari kecil, menggerakkan tangan, atau menolehkan leher ke kiri dan ke kanan. Sementara itu, peregangan bisa dilakukan dengan memutar pinggang ke kanan dan kiri, meregangkan otot-otot lengan ke atas, depan, dan ke belakang. Untuk gerakan inti, bisa dilakukan senam aerobik low impact. Aerobik dilakukan supaya tubuh bisa menghasilkan pembakaran O2 tinggi untuk meningkatkan embusan napas. Gerakan yang terakhir adalah pendinginan. Dalam pendinginan, dilakukan gerakan-gerakan lambat agar otot-otot kembali seperti keadaan semula. Caranya, menggerakkan tangan sambil menarik napas pelan-pelan. Selain itu, untuk mengurangi kepanikan saat serangan asma melanda, Niniek memberikan beberapa tip. "Segera minum atau hirup obat yang biasa digunakan," ujar wanita berkacamata itu. Jika sedang berdiri, sandarkan tubuh ke tembok dengan kepala bertumpu dan menunduk. Bisa juga dengan duduk, lalu badan dicondongkan ke depan ke arah meja. Bagian dada di sanggah bantal. Kepala bertumpu pada tangan. "Hal itu ditujukan memudahkan bernapas," jelasnya. BAB III Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Masyarakat hendaknya mengetahui bahwa senam dapat membantu menyembuhkan penderita asma. 2. Masyarakat hendaknya mengetahui tata cara dan hal – hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan senam asma. 3. Para ahli sudah meneliti dan setuju bahwa senam dapat membantu menyembuhkan asma. B. Saran Hendaknya diadakan eksplorasi tentang senam asma kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahuinya. DAFTAR PUSTAKA http://www.indospiritual.com http://www.medicastore.com/neo_napacin/senam_asma.htm Santosa Giriwijoyo dan Muchtamadji M. Ali. (2006). Ilmu Faal Olahraga Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI. Van (2004). Penyakit asma banyak diderita oleh anak-anak. Sinar Harapan: Jakarta Wara, Kushartanti. (2002). Olahraga Terapi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Wisnu, Wardoyo. (2003). Revitalisasi Senam Penyembuhan Medica. Yogyakarta: SPa Medica Zul, Dahlan (2005). Masalah Asma di Indonesia dan Penaggulangannya. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Perkembangan intelektual anak awal

INTELEKTUAL ANAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembanmgan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. seperti yang dikatakan Van den den Daele (Hurlock : 2 ) bahwa perkembangan adalah perubahan secara kualitatif. Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Perkembangan juga diartikan sebagai ”peruibahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”, Perkembangan dapat diartikan ” suatu proses perubahan pada diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis progresif, dan berkesinambungan”,(Syamsu Yusuf : 83 ). Dan semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin, 2006 : 21-22). Hubungannya dengan intelektual remaja bahwa inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatui fiksi ilmiah untuk mendeskripsiskan prilaku induvidu yang berkaitan dengan kemampuan intelektualnya. Dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Diantaranya menurut C.P. Chaplin (1975) mengartikan inteligensi itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif (Syamsu Yusuf : 106). B. Rumusan masalah Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah bagaimana proses perkembangan intelelektual remaja hubungannya inteligensinya di dalam proses pendidikan.. C. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Pertama: Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah, Prosedur Pemecahan Masalah dan Sistimatika Uraian. Kedua: Isi atau bagian teori dan hasil meliputi Perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif, Perkembangan prilaku Kognitif secara Kualitatif dan Perkembangan Bahasa. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Intelektual / Intelegensi Menurut English & English dalam bukunya " A Comprehensive Dictionary of Psichological and Psychoalitical Terms" , istilah intellecct berarti antara lain : (1) Kekuataan mental dimana manusia dapat berpikir ; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence. Intelligence =intellect). Bukamennurut kamus WebssterNew Worid Dictionary of the American Language, istilah intellect berarti: 1) kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauandan perasaan, 2) Kecakapan mental yang besar,sangat intellegence, dan 3) Pikiran atau inteligensi. Jadi istilah inteligensi menurut para ahli diantaranya menurut Wechler (1958) mermuskaan intelligensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standfort revision benet test). Dengan menggunakan hasil pengukuran test inteligensi yang mencakup general (Infomation and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970 : 78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan Inteligensi, yang dapat di tafsirkan anatara lain sebagai berikut : 1). Laju perkembangan Inteligensi pada masa remaja-remaja berlangsung sangat pesat, 2). Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu (Juntika N, 137-138). Ditinjau dari perkembangan kogninif menurut piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Remaja, secara mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak dengan kata lain, berfikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah dari pada berfikir kongkrit. Sementara proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaannya dari mulai usia 12 – 20 tahun. Pada usia 16 tahun berat otak sudah menyamai orang dewasa. Sistem syaraf yang memproses infprmasi berkembang secara cepat pada usia ini. Pada masa remaja terjadi reorganisasi lingkaran syarat, lobe frontal, yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu merumuskan perencanaan strategis, atau mengambil keputusan. Lobe frontal ini terus berkembang terus sampai usia 20 tahun atau lebih. Perkembangan lobe frontal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan intelektual remaja, seperti pada usia 12 tahun walaupun secara intelektual remaja itu termasuk anak berbakat atau pintar. Namun belum bijaksana, maksudnya remaja tersebut mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi tidak seterampil remaja yang lebih tua usianya. Yang menunjukkan wawasan atau perspektif yang luas terhadap masalah tersebut (Sigelman & Shaffer, 1995) Pada periode kongkrit, anak mungkin mengartikan sistem keadilan dikaitkan dengan polisi atau hakim, sedangkan remaja mengartikannya sesuatu yang abstrak, yaitu sebagai suatu aspek kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga masyarakat yang mempunyai interes remaja. Adapun pembahasan mengenai inteligensi itu secara teknis pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : 1). Pembahasan mengenai sifat hakekat inteligensi, dan 2). Pembahasan mengenai penyelidikan inteligensi itu Hal yang sama lebih bersifat teoritis-konsepsional, sadang hal yang kedua lebih bersifat teknis metodologisnya. Dalam pada itu harus diingat bahwa penggolongan seperti yang dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip. Sebab kedua hal itu pada hakekatnya tidak dapat di pisah-pisahkandengan tajam. Inti persoalan daripada sifat hakikat inteligensi itu dirumuskan dengan pertanyaan : Apakah inteligensa itu ? Pertanyaan ini justru dalam bentuknya yang demikian itu, menjadi obyek diskusi yang hangat bagi banyak ahli-ahli psikologi, terutama disekitar tahun-tahun 1900-1925. Persoalannya sendiri sudah tua sekali, lebih dari padaitu psikologi itu sendiri, karena hal tersebut telah di bahas oleh ahli-ahli filsafat dan kemudian ahli-ahli biologi sebelum psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri ahli. (J.S.Suriasumantri, 2004 : 122). Menurut konsepsi inteligensi ini adalah persatuan (kumpulan yang di persatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karenna itu pengukuran mengenai inteligensi juga dapat di tempuh dengan cara mengukur daya-daya jiw khusus itu, misalnya daya mengamati, daya mereproduksi, daya berfikir dan sebagainya. (J.S.S : 2004 : 125). Konsep-konsep yang timbul dari keyakinan, bahwa apa yang di selidiki (di test) dengan testinteligensi itu adalah inteligensi umum. Jadi inteligensi di beri defenisi sebagai taraf umum yang mewakili daya-dayakhusu. B. Hubungan Intelek Dengan Tingkah Laku Kemampuan berfikir abstrak menunjukka perhatian seseorang terhadap kejadian dan peristiwa yang tidak kongkrit, misalnya ; pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh didepannya. Bagi remaja, corak perilaku pribadinya dihari depan, dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstrak akan berperan dalam perkembanangan kepribadiannya. Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang diakibatkan kemampuan abstraksi) akibatnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa. Disamping itu organ sentris masih terlihat dalam pikirannya. 1. Cita-cita dan idialisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh, dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan. 2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme berkurang. Pada akhirnya pengaruh egosentrisitas pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah dapat berfikir abstrak dengan mengikut sertakan pandangan dan pendapat orang lain. C. Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja Intelegensi pada remaja tidak mudah diukur karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya tiga sampai empat tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan yang teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada masa awal remaja, kira-kira pada usia 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut " Masa oerasi formal" (berfikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin; disamping hal yang nyata (riil) (Gliedmen, 1986 : 475-475) Pada usia remaja ini anak sudah dapat berfikir abstrak dan hitotek. Dalam berfikir operasional formal, setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu ; 1. Sifat deduktif hipotesis, 2. berfikir opersional juga berfikir kombinatoris. 1. Sifat Deduktif Hipotesis Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoritik. Yang menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berfikir induktif disamping deduktif. Oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang juga disebut proporsi-proporsi. Kemudian mencari hubungan antra proporsi Yang berbeda-beda tadi.Berhubungan itu maka berpikir operasional juga disebut proposisional. 2. Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara melakukan analis. Misalnya anak diberi lima buah gelas berisi cairan tertentu. Anak yang berpikir operasional formal, lebih dahulu Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini. Secara teoritik membuat matriksnya mengenai segala macam kombinasi yang mungkin, secara sistematik mencoba mengisi setiap sel matriks tersebut secara empiris.Bila ia mencapai penyelesaian yang betul, mak ia juga akan segera dapat memproduksi. Seorang remaja dengan kemampuan berpikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang tidak merangsang cara berpikir, misalnya tidak adanya kesempatan untuk menambah pengetahuan, pergi ke sekolah tetapi tidak adanya pasilitas yang dibutuhka, maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf berpikir abstrak. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi perkembangan Intelek Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi/kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandanganbahwa adalah keliru jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Andi Mappiare (1982: 80) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain: 1) Bertabahnya informasi yang disimpan(dalam otak)seseorang sehingga ia mampu berpikr reflektif. 2) Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang bisa berpikir proporsional. 3) Adanya kebebasan berpikir,menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalahdan menarik kesimpulan yang baru dan benar. Tiga kondisi di atas sesuai dengan dasar-dasar teori Piaget mengenai perkembangan intelegendi, yakni: 1)Fungsi intelegensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis. 2) Berkembangnya usia menyebabkan berkembangnya struktur intelegensi baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif. Wechsler berpendapat bahwa keseluruhan intelegensi seseorang tidak dapat diukur. IQ adalah suatu nilai yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira karena selalu dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual dan situasional. a. Peranan Pengalaman dari Sekolah Terhadap Intelegensi Sejauh mana pengalaman meningkatkan intelegensi anak?Penelitian tentang pengaruh taman indria terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi. Rata-rataa tingkat IQ asal mereka adalah da atas 110. Merka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukan perbedaan kemajuan atau ”gained”, dalam rata-rat IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.Perbedaan kemajuan nilai rata-rata IQ bagi mereka yang baru satu tahun saja belajar (bersekolah pada pra-sekolah)adalah 5,4 skala IQ per seorang siswa. Angka ini jauh lebih tinggi daripada siswa-siswa yng tidak memasuki prasekolah sebelumnya, yaitu menunjukan rata-rata hanya mengalami perubahan nilai I hanya sebesar 0,5 skala IQ perseorang siswa. BAB III KESIMPULAN Terjadinya perkembangan remaja bukan hanya perkembangan pada biologisnya semata akan tetapi juga berkembang pada mental dan kepribadiannya. yang tercakup dalam perkembangan individual remaja didik adalah kecerdasan, emosional dan intelektualnya termasuk perkembangan bahasanya. Tatkala kita membahas tentang perkembangan individu / peserta didik dalam proses pembelajaran maka akan kita dapatkan ranah-ranah atau domain-domain : Kognitif, Affektif dan Psikomotorik, sebagai alat untuk mengukur berhasil tidaknya proses pembelajaran di kelas., DAFTAR KEPUSTAKAAN Cahyani Ani. Mubin, Psikologi perkembangan; cet I (Quantum Teaching, Ciputat Press Group, 2006). Dariyo, Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: Erlangga. Hurlock B Elizabeth, Developmental Psikologi; Mc Grow Hill, Inc, 1980, Alih Bahasa, Istiwidayanti dan suedjarwo, Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga, tt. LN Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Remaja dan Remaja, Bandung : Remaja Rosdakarya. Nurihsan Juntika, 2007, Buku Materi Pokok Perkembangan Peserta didik , Bandung; Sekolah Pasca Sarjana (UPI) Santrock, John W, Life-Span Development, WM, C Brown Comunication, Inc, 1995, Alih bahasa Achmad Chusairi, S.PSI, Perkembangan Masa Hidup Jilid I, Jakarta, Erlangga, 2002. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Surya, M. 1990. Psikologi Perkembangan. Bandung: Publikasi Jurusan Psikologi Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan; (PT Raja Grafindo, : 2004).

Psikologi Pendidikan

1. SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN Psikologi pendidikan adalah cabang psikologi. Karena psikolgi sebagai ilmu pengetahuan masih muda usianya, maka psikologi pendidikan sebagai cabangnya lebih-lebih masih muda usianya. Berhubung dengan itu, ia masih dalam proses perkembangan; di sana sini masih banyak problem yang masih memerlukan pemecahannya; masih banyak hal-hal yang masih perlu pengembangannya. Akan tetapi, walaupun ditinjau dari segi ilmu pengetahuan usianya masih sangat muda, akan tetapi pemikirannya (dalam arti yang menyangkut pendidikan dan problem jiwa) telah dipikirkan oleh orang sejak dahulu kala. Demikianlah misalnya, sampai ada yang mengatakan bahwa saat timbulnya yang mula-mula tentang psikologi pendidikan dapat diikuti jejaknya kembali pada Aristoteles. Bahwa Aristoteles sebagai seorang filsuf telah menyusun periode-periode perkembangan anak, sifat-sifat anak menurut periode dan bentuk pendidikan yang perlu diselenggarakan sesuai dengan periode-periode itu. Walaupun demikian, tentu saja pemikirannya baru merupakan pemikiran secar filsafat, belum merupakan pemikiran psikologi pendidikan. Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti Pestalozzi, Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan sebagai pendidik yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dan sebagainya, dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan kemampuan anak didik. Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun dengan “bahasa” psikologi pendidikan; dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan anak yang serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan kerja sama social dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbart bahkan telah menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut: persiapan, penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang otonom. Akhir abat 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terkenallah Kurve Daya Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat mengenai sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi tidaklah hilang sama sekali. Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui prestasi belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya yang ingin dijawap, apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung pada soal rajin dan malasnya si pelajar, ataukah ada factor kejiwaan atau mental yang ikut memegang peranan. Maka untuk memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred Binet, Dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk dalam sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan tes Inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian banyak dipakai di Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara para ahli yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan sebaagainya. Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga memegang peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang Amerika yang belajar di Leipzig kepada Wundt. Akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika misalnya Charles H. Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang ini sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat. Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia dipandang sebagai Bapak Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar psikiatri dan psikologi Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para pendidik, 25% ahli psikologi klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau pakar yang lain. Di Indonesia psikologi pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya sedang dalam proses perkembangan yang cepat. Pada mata pelajaran, misalnya di sekolah calon guru (HK, HIK, Hoofd Acted an sebagainya). Setelah merdeka dan dengan berdirinya Fakultas Psikologi di beberapa Universitas serta berdirinya FKIP atau IKIP di berbagai kota, maka psikologi pada umumnya atau psikologi pendidikan khususnya, tidak hanya dipelajari sebagai mata kuliah, melainkan juga diteliti sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini memang amat perlu, karena psikologi atau psikologi pendidikan yang didasarkan penelitiannya pada orang-orang barat belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. 2. PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat . Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan. Sedangkan menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Tardif (dalam Syah, 1997: 13) juga mengatakan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan. Dari beberapa pendapat tentang psikologi pendidikan, kami mengambil kesimpulan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.

Evaluasi Pendidikan

Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. (dikutip dari Bloom et.all 1971). Stufflebeam et.al 1971 mengatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Evaluasi sendiri memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ; 1. Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembeljaran bagi masyrakat. 2. Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilkukan dengan metode yang berbeda. 3. Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwennag untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif. 4. Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan. 5. Evaluator tidak terikat pada satu sekolah demikian pula sebaliknya. 6. evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi. 7. Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian informasi. 8. Evaluasi akan mntap apabila dilkukan dengan instrumen dan teknik yang aplicable. 9. Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program. 10. Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan tes. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sesungguhnya evaluasi adalah proses mengukur dan menilai terhadap suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara faktor yang mempengaruhi objek tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan beljar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran. Evaluasi pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu ; 1. Fungsi selektif 2. Fungsi diagnostik 3. Fungsi penempatan 4. Fungsi keberhasilan Maksud dari dilakukannya evaluasi adalah ; 1. Perbaikan sistem 2. Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat 3. Penentuan tindak lanjut pengembangan PRINSIP PRINSIP EVALUASI 1. Keterpaduan 2. evauasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intrusional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengjaran. 3. Keterlibatan peserta didik 4. prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak. 5. Koherensi 6. evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. 7. 4. Pedagogis 8. Perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa. 9. Akuntabel 10. Hasil evaluasi haruslah menjadi aalat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya. TEKNIK EVALUASI Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik non Tes 1. teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner,daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup. a. Rating scale atau skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain. b. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesiioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui. c. Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai. d. Wawancara, suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan saja. e. Pengamatan atau observasi, adalah suatu teknik yang dilakuakn dengan mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan atau observasi terdiri dari 3 macam yaitu : (1) observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam kelompok yang diamati. Pengamat telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi sebagai memberikan pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam obejek pengamatan. f. Riwayat hidup, evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut. 2. Teknik tes. Dalam evaluasi pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu : a. tes diagnostik b. tes formatif c. tes sumatif Penjelasan mengenai 3 macam tes diatas dapat dibaca pada bagian Teknik Tes PROSEDUR MELAKSANAKAN EVALUASI Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses dan out put. Apabila prosesdur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah sebagai berikut : a. perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb) b. pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan) c. verifiksi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb) d. pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS ) e. penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.

Teori psikoanalisis

Biografi Tokoh Sigmund Freud (6 Mei 1856 – 23 September 1939) adalah seorang neurolog Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi, gerakan yang memopulerkan teori bahwa motif tak sadar mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu ia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari Ibunya. Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai prilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah. Namun dalam perjalanannya setelah kolega kerjanya Alferd Adler, mengungkapkan adanya insting mati didalam diri manusia, walaupun Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan, namun pada akhirnya Freudpun mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada didalam diri manusia, namun disandingkan dengan insting mati (Thanatos). Walaupun begitu dia tidak pernah menyinggung asal teori tersebut sebetulnya dikemukakan oleh Adler awal mulanya. Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu menggunakannya untuk membantu penderita penyakit mental. Freud kemudian meninggalkan hipnotis setelah ia berhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekanan Psikologis yaitu Asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Sedangkan Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktifitas emosi lain, hingga aktifitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan. Hal-hal ini dilakukan untuk mengembangkan sesuatu yang kini dikenal sebagai “obat dengan berbicara”. Hal-hal ini menjadi unsur inti psikoanalisis. Freud terutama tertarik pada kondisi yang dulu disebut histeria dan sekarang disebut sindrom konversi. Teori-teori Freud, dan caranya mengobati pasien, menimbulkan kontroversi di Wina abad kesembilan belas, dan masih diperdebatkan sengit di masa kini. Gagasan Freud biasanya dibahas dan dianalisis sebagai karya sastra, filsafat, dan budaya umum, selain sebagai debat yang berterusan sebagai risalah ilmiah dan kedokteran ini. Buku pertamanya “The Interpretasi of Dreams” tahun 1990, Freud menunjukkan bagaimana mimpi-mimpinya sendiri ia telaah dan ia tafsirkan, sehingga daripadanya ia memperoleh bahan yang berharga untuk memahami kehidupan psikis. Buku selanjutnya, Introductory Lecture on Psycho-analysis (1920), The Ego And The Id (1923), Future of an Illusion (1927), civilization and Its Discontents (1930), new introdutory lecture psycho-analysis (1940). Hakekat Manusia Sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Menurut Pendapat Freud, perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis, serta dorongan naluri dan peristiwa yang berhubungan dengan psikoseksual pada masa enam tahun pertama. Insting menurut pendekatan ini adalah sentral, pada mulanya menggunakan libido untuk menanyatakan energi seksual,dan akhirnya memperluas istilah itu untuk energi dari semua kehidupan. Freud juga mempunyai keyakinan benarnya konsep tentang insting maut, kata lain untuk dorongan agresif. Menurut pendapat ini baik dorongan seks maupun dorongan agresif merupakan determinan yang kuat mengapa orang berperilaku seperti apa yang dilakukan Struktur kepribadian Menurut pandangan psikoanalitik, kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu id, ego, dan superego. 1. Id : komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan orisinal, di mana psinsip kerjanya ‘PLEASURE PRINCIPLE’. Dikendalikan oleh prinsip kesenangan yang tujuannya untuk mengurangi ketegangan, menghindari penderitaan, dan mendapatkan kesenangan, maka id adalah tidak rasional, tidak bermoral, dan didorong oleh satu pertimbangan demi terpenuhinya kepuasan kebutuhan yang bersifat insting sesuai dengan prinsip kesenangan. 2. Ego : bagian kepribadian yg bertugas sebagai pelaksana, sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia. Ego berperan sebagai eksekutif yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian. Dibawah perintah prinsip realitas, ego berpikir secara logis dan realitas serta memformulasikan rencana tindakan demi pemuasan kebutuhan. 3. Superego : bagian moral dari kepribadian manusia, merupakan filter dari sensor baik-buruk, salah-benar, blh-tdk sst dilakukan oleh dorogan ego. Fungsinya adalah sebagai wadah impuls id, untuk menghimbau ego agar menggantikan tujuan yang moralistik dengan yang realistik, serta memperjuangkan kesempurnaa Mekanisme Pertahanan Ego Dalam aliran psikoanalisis dari Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego adalah strategi psikologis yang dilakukan seseorang, sekelompok orang, atau bahkan suatu bangsa untuk berhadapan dengan kenyataan dan mempertahankan citra-diri. Orang yang sehat biasa menggunakan berbagai mekanisme pertahanan selama hidupnya. Mekanisme tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus menerus membuat seseorang berperilaku maladaptif sehingga kesehatan fisik dan/atau mental orang itu turut terpengaruhi. Kegunaan mekanisme pertahan ego adalah untuk melindungi pikiran/diri/ego dari kecemasan, sanksi sosial atau untuk menjadi tempat “mengungsi” dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi. Mekanisme pertahanan dilakukan oleh ego sebagai salah satu bagian dalam struktur kepribadian menurut psikoanalisis Freud selain id, dan super ego. Mekanisme tersebut diperlukan saat impuls-impuls dari id mengalami konflik satu sama lain, atau impuls itu mengalami konflik dengan nilai dan kepercayaan dalam super ego, atau bila ada ancaman dari luar yang dihadapi ego. Faktor penyebab perlunya dilakukan mekanisme pertahanan adalah kecemasan. Bila kecemasan sudah membuat seseorang merasa sangat terganggu, maka ego perlu menerapkan mekanisme pertahanan untuk melindungi individu. Rasa bersalah dan malu sering menyertai perasaan cemas. Kecemasan dirasakan sebagai peningkatan ketegangan fisik dan mental. Perasaan demikian akan terdorong untuk bertindak defensif terhadap apa yang dianggap membahayakannya. Penggunaan mekanisme pertahanan dilakukan dengan membelokan impuls id ke dalam bentuk yang bisa diterima, atau dengan tanpa disadari menghambat impuls tersebut. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan ego 1. Represi : Yang palign dasar di antara mekanisme pertahanan lainnya. suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. represi terjadi secara tidak disadari. 2. Denial /pengingkaran: Memainkan peran defensif, sama seperti represi. orang menyangkal untuk melihat atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan. Denial beroperasi pada taraf preconscius atau conscius 3. Reaction Formation/pembentukan reaksi: Salah satu pertahanan terhadap impuls yang mengancam adalah secara aktif mengekspresikan impuls yang bertentangan dengan keinginan yang mengganggu, orang tidak usah harus menghadapi anxietas yang muncul seandainya ia menemukan dimensi yang ini (yang tidak dikehendaki) dari dirinya. individu mungkin menyembunyikan kebencian dengan kepura-puraan cinta, atau menutupi kekejaman dengan keramahan yang berlebihan. 4. Proyeksi : Mengatribusikan pikiran, perasaan, atau motif yang tidak dapat diterima kepada orang lain. mengatakan bahwa impuls-impuls ini dimiliki oleh “orang lain diluar sana, tidak oleh saya”. misalnya seorang laki-laki yang tertarik secara seksual kepada anaknya perempuan, mengatakan bahwa anaknyalah yang bertingkah laku seduktif. dengan demikian ia tidak usah harus menghadapi keinginannya sendiri. 5. Displacement/pemindahan : salah satu cara menghadapi anxietas adalah dengan memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek “yang lebih aman”. misalnya orang penakut yang tidak kuasa melawan atasannya melampiaskan hostilitasnya di rumah kepada anak-anaknya 6. Rasionalisasi : kadang-kadang orang memproduksi alasan-alasan “baik” untuk menjelaskan egonya yang terhantam. rasionalisasi membantu untuk membenarkan berbagai tingkah laku spesifik dan membantu untuk melemahkan pukulan yang berkaitan dengan kekecewaaan. misalnya bila orang tidak mendapatkan posisi yang diinginkannya dalam pekerjaan, mereka memikirkan alasan-alasan logis mengapa mereka tidak mendapatkannya, dan kadang-kadang mereka berusaha membujuk dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa sebenarnya dia tidak menghendaki posisi tersebut. 7. Sublimasi : Dari pandangan freud, banyak kontribusi artistik yang besar merupakan hasil dari penyaluran energi sosial atau agresif kedalam tingkah laku kreatif yang diterima secara sosial dan bahkan dikagumi. misalnya impuls agresif dapat disalurkan menjadi prestasi olahraga. 8. Regresi : Beberapa orang kembali kepada bentuk tingkah laku yang sudah ditinggalkan. menghadapi stress atau tantangan besar, individu mungkin sudah berusaha untuk menanggulangi kecemasan dengan bertingkah laku tidak dewasa atau tak pantas. 9. Introyeksi : Mekanisme introyeksi terdiri dari mengambil alih dan “menelan” nilai-nilai standar orang lain. misalnya seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orangtuanya menanggulangi stress, dan dengan demikian mengabadikan siklus penganiayaan anak. introyeksi dapat pula positif, bila yang diambil alih adalah nilai-nilai positif dari orang-orang lain. Kesadaran dan ketidaksadaran 1. Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, 2. Kunci untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. 3. Kesadaran merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran. Kecemasan Kecemasan keadaan tegang yang memaksa kita berbuat sesuatu. Kecemasan berkembnag karena konflik ego dan superego mengenani kontrol akan energi psikis yang ada (Corey, 1995: 143) Kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita, neurotik dan moral. (1) kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata. (2) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat mebuatnya terhukum, dan (3) kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian 1. Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. 2. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun : (1) tahap oral, bayi perlu medapatkan kebutuhan pangan dari ibunya. Fiksasi oral adalah ketidak puasan masa oral pada waktu bayi, yaitu akan berakibat menjadi individu yang tidak mudah percaya pada orang lain, penolakan terhadapcinta kasih, rasa takut dan ketidak mampuan menciptakan hubungan yang akrab dengan orang lain. (2) tahap anal: 1-3 tahun, sona anal menjadi bagian signifikan dalam perkembangan kepribadian, fase ini mencangkup tugas perkembangan kebebbasan belajar, penerimaan terhadap kekuatan personal, belajar untuk melampiskan ungkapan negatif seperti amarah dan agresi. (3) tahap palus: 3-6 tahun, konflik dasar pada nafsu seks antar keluarga terdekat. Tahap palus pria yang dikenal dengan oedipus kompleks, pada wanita disebut elektra kompleks. (4) tahap laten: 6-12 tahun, konflik dasar pada nafsu seks antar keluarga terdekat. Tahap palus pria yang dikenal dengan oedipus kompleks, pada wanita disebut elektra kompleks. (5) tahap genetal: 12-18 tahun, tahap ini adalah tahap puberitas, dan terus berlangsung sampai pada tahap senital. (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja. Tugas perkembangan dewasa awal yaitu menjalin hubungan yang akrab. Setengah baya merupakan tahap penyesuain antar apa yang dicapai dengan apa yang diinginkan. Usia senja adalah pemaknaan dari apa ynag telah didapat atau menyesal telah apa yang dilakukan. Aplikasi Teori dalam Konseling 1. ”Manusia adalah Makhluk yang Memiliki Kebutuhan dan Keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif. 2. “Kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dalam masyarakat. 3. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena setiap manusia selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dll, 4. Bimbingan merupakan wadah dalam rangka mengatasi kecemasan. 5. Pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pemebinaan akhlak individual, keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik. 6. “Tahapan Perkembangan Kepribadian Individu” dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif. 7. “Ketidaksadaran” dapat digunakan dalam proses bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan Id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional. Tujuan Terapi 1. Membuat tidak sadar menjadi sadar; 2. Mengatasi tahap-tahap perkembangan tidak terpecahkan 3. Membantu klien belajar dan mengatasi dabn menyesuaikan 4. Rekonstruksi kepribadian. Peranan Konselor 1. Konselor sebagai ahli; mendorong transferensi dan ekspolrasi ketidaksadaran, menggunakan interpretasi. 2. Konselor bersikap anonim, artinya konselor berusaha tidak dikenal klien, dan bertindaksedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya. Tujuannya agar klien dengan mudah memantulkan perasaan kepada konselor. Pemantulan ini merupakan proyeksi klien yang menjadi bahan analisis bagi konselor (Willis, 2004: 16) Hubungan Antara Terapis Dan Klien Hubungan antara klien dengan penganalisis dikonseptualisasikan dalam proses transferensi, yang merupakan inti dari pendekatan psikoanalitik. Transferensi memberi peluang bagi klien untuk melekat pada diri terapis tanggung jawab dari urusan yang belum terselesaikan” yang berasal dari hubungan masa lalu. Transferensi terjadi manakal klien bagkit kembali dari konflik-konflik berat usia dini yang ada hubunagnnya dengan cinta kasih, seksualitas, permusuhan, keresahan dan kemarahan, membawanya ke masa kini, mengalaminya kembali dan lekatannya pada diri penganalisis (Corey, 1995: 169). Pada proses trnsfensi ini, liendapat secara bebas mengungkapkan pengalaman-pengalamnnya agar terapis dapat mengetahui masalh yang dihadapi klien secara lebih detail. Teknik Terapi 1. Asosiasi Bebas, merupakan teknih sentral dari psikoanalisis. Esensinya adalah bahwa klien melaju bersama pikirannya ataupun pendapat dengan jalan serta melaporkannya tanpa ada sensor. Asosiasi merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yng tidak disadari. (Corey, 1995; 174) 2. Interpretasi, terdiri dari apa yang oleh penganalisis dinaytakan, diterangkan, dan bahkan diajarkan kepada klien arti dari perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, penentangan dan hubungan teraupetik itu sendiri. Fungsinya adalah memberi peluang kepada ego untuk mengasimilasikan materi baru dan dan untuk memprcepat proses menguak materi diluar kesadaran selanjutnya (Corey, 1995; 174). 3. Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk bisa mengungkapkan materi tidak disadari dan untuk bisa memberi klien suatu wawasan ke dalam kawasan problem yang tak terselesaikan (Corey, 1995; 175). 4. analisis resistensi ditujukkan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya konselor meminta klien menafsirkan resistensi (Willis, 2004: 63).. 5. analisis transferensi. Konselor mengusakan klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neorosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat0sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar agar terungkap transferensi tersebut (Willis, 2004: 63).
Tema : Pengembangan Prosedur PENGEMBANGAN PROSEDUR IMPLEMENTASI TERAPI KONSELING KOGNITIF UNTUK MENGATASI DEPRESI SISWA SMP/SMU DI KODYA SURABAYA TAHUM 1999/2000 Muhari Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak siswa yang mengalami masalah ,salah satu diantaranya adalah depresi yang mengakibatkan siswa tidak dapat belajar secara efektif, bahkan dapat mengakibatkan siswa tersebut bunuh diri. Di Indonesia pada masa kini, banyak siswa yang dihadapkan dengan masalah – masalah berat, baik masalah pribadi, sosial, maupun studi yang mengakibatkan depresi pada siswa. Ada beberapa macam terapi yang digunakan untuk membantu individu mengatasi depresi yang dialaminya,salah atunya adalah terapi konseling kognitif. Tujuan Penelitian • Untuk menghasilkan suatu produk bahan yang berupa rancangan buku panduan prosedur implementasi terapi konseling kognitif yang efektif. Metodelogi Variable : variable pada penelitian ini lebih terfokus pada kegiatan evaluasi formatif meliputi uji keefektifan serta ditambah dengan satu kegiatan perancangan, yaitu: merancang model produk, reviu ahli, penilaian perseorangan, dan penilaian kelompok kecil. Selain itu,variabel yang dikaji yaitu : efektivitas rancangan buku panduan yang berisi prosedur implementasi terapi konseling kognitif serta hambatan dari pelaksanaan implementasi terapi konseling kognitif untuk menangani depresi siswa. Data : Rujukan data yang digunakan peneliti diambil melaui data primer dan data sekunder, yang didapat dari survey,reviu ahli, wawancara konselor – konselor sekolah, dan hasil penilaian kelompok kecil. Tahapan Penelitian : Tahapan pertama yang peneliti lakukan dalam melakukan penelitiaannya dilakukan melalui empat fase tahapan. Dimulai dari merancang model produk, reviu ahli, penilaian perseorangan, dan yang terakhir adalah penilaian kelompok kecil. Model Penelitian : Model penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pengembangan yang pelaksanaan penelitiannya dilakukan dengan menggunakan model evaluasi formatif. Hasil Dari studi kasus yang dilakukan oleh peneliti, memperlihatkan tingkat keefektifan yang tinggi untuk masing – masing komponen prosedur. Dalam jurnal tersebut peneliti juga mengungkapkan sejumlah hambatan yang dialami oleh subyek penelitian dalam menerapkan terapi konseling kognitif sebagai berikut : • Sulitnya penerapan terapi konseling kognitif • Kurang jelas/lengkapnya buku panduan terapi konseling kognitif • Kurangnya kesempatan dalam penerapannya • Kurangnya pemahaman tentang terapi konseling mognitif • Rumitnya terapi konseling kognitif Kesimpulan Peneliti mengungkapkan bahwa rancangan buku panduan prosedur implementasi terapi konseling kognitif dapat dikatakan efektif. Selain itu, dalam penerapannya hambatan yang dihadapi subyek penelitian tidak terlalu banyak. Saran dan Usulan Lanjutan Kekurangan yang tampak jelas terlihat pada jurnal ini, terlihat pada bagian hasil penelitian yang tidak disertai dengan tabel atau grafik, sehingga disarankan agar melengkapinya dengan tabel dan grafik. Karena sesungguhnya tabel dan grafik dapat memudahkan pembaca untuk dapat melihat dengan lebih jelas dan lebih memahami hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Definisi motivasi dan teori

Definisi Motivasi dan Teori-Teori Motivasi Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu.Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Berikut adalah beberapa definisi motovasi menurut beberapa ahli : 1. Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. 2. Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu. 3. Menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu. 4. Morgan mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku ( motivating states ), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut ( motivated behavior ), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut ( goals or ends of such behavior ). 5. McDonald, Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald : 1950). 6. Menurut Suprihanto (2003)Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. 7. Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang. 8. Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman : 2000) 9. Motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas (Davies, Ivor K : 1986) 10. Motivasi adalah usaha – usaha untuk menyediakan kondisi – kondisi sehingga anak itu mau melakukan sesuatu (Prof. Drs. Nasution : 1995) 11. Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes, menerangkan bahwa pengertian motivasi adalah tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan kerja dan perfoman pekerjaan. 12. T. Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. 13. A. Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian motivasi dengan kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan dengan lingkungan kerja. 14. H. Hadari Nawawi mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar. 15. Henry Simamora, pengertian motivasi menurutnya adalah Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang dikehendaki. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi. TEORI MOTIVASI Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167) 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : * Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; * Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. * Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. 2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi) Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.” Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. 3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG) Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan) Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : * Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; * Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; * Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. 4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor) Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik. 5. Teori Keadilan Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : * Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau * Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu : * Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya; * Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; * Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis; * Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain. 6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory) Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan 7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan ) Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. 8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut. Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku. Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan. Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari. Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula. 9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu . Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
 

Designed by Simply Fabulous Blogger Templates Tested by Blogger Templates